Wednesday, August 28, 2013

BATIK NUSANTARA


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Batik Merupakan warisan budaya Bangsa Indonesia, hampir tiap daerah di Indonesia menghasilkan Batik yang menghasilkan berbagai macam corak serta motif yang berbeda-beda. Secara garis besar Batik Indonesia di kelompokan 2 macam Madzab yaitu : batik vorstenlanden dan batik pesisir. Yang disebut batik vorstenlanden menurut buku Ungkapan Sehelai Batik karya Rahmaniar Soerianata Djoemena adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta.

Yang dinamakan batik pesisir adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan Yogyakarta . Pembagian asal batik dalam dua kelompok ini terutama berdasarkan sifat ragam hias dan warnanya.
Batik Solo dan Yogyakarta merupakan Batik Pakem dalam motifnya mengandung berbagai macam makna Filosofis yang berlandaskan makrokosmos dan mikrokosmos, misanya motif :
  1. Parang Rusak
    Adalah salah satu motif sakral yang hanya digunakan di lingkungan kraton. Motif ini juga bisa mengidentifikasi asal kraton pemakainya, apakah dari kraton Solo atau Yogya.


  2. Parang Barong
    Berasal dari kata "batu karang" dan "barong" (singa). Dulunya dikenakan para bangsawan untuk upacara ritual keagamaan dan meditasi karena motif ini dianggap sakral.
  3. Parang Klitik
    Menyimbolkan perilaku halus dan bijaksana. Dulu motif ini hanya dikenakan oleh para putri raja.

  4. Parang Slobog
    Menyimbolkan keteguhan, ketelitian, dan kesabaran.
  5. Sekarjagat
    Melambangkan ungkapan cinta dan memelihara perdamaian. Maka tak heran bila motif ini sering dikenakan dalam pesta pernikahan.

  6. Tuntum
    Biasanya dikenakan khusus untuk pernikahan terutama oleh orang tua pengantin karena motif ini berarti menuntun.
  7. Kawung
    Melambangkan kebijaksanaan dan keseimbangan hidup.
  8. Mega Mendung
    Melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Warna biru muda pada motif ini melambangkan semakin cerahnya kehidupan.
  9. Poleng
    Menggambarkan kejujuran, keseimbangan, dapat dipercaya dan berani.
  10. Sido Mukti
    Biasanya dikenakan oleh pengantin pria dan wanita pada acara perkawinan, dinamakan juga sebagai Sawitan (sepasang). Sido berarti terus menerus dan mukti berarti hidup berkecukupan dan kebahagiaan. Jadi motif ini melambangkan harapan akan masa depan yang baik.
  11. Sido Asih
    Memiliki makna kasih sayang. 
  12. Sido Mulyo
    Berarti hidup selalu berbudi luhur. 
  13. Sido Wirasat
    Pada motif ini selalu terdapat komdinasi motif ini selalu terdapat kombinasi motif truntum di dalamnya karena melambangkan orang tua akan selalu memberi nasehat dan menuntun kedua mempelai dalam memasuki kehidupan berumahtangga
  Batik-batik tersebut lazim disebut batik keratonan karena berhubungan dengan keraton Jogja dan Solo Batik Kraton, (court batik) merupakan batik dengan desain tradisional khususnya desain yang muncul dan dikembangkan di dalam lingkungan kraton Jawa. Struktur ornamen dan pewarnaannya menunjukkan satu kesatuan unsur yang sangat menarik antara estetika, filosofi hidup, dan keaslian lingkungan tempat desain batik tersebut muncul yaitu lingkungan kraton. Batik-batik yang dihasilkan oleh para puteri dan pembatik istana didesain dengan proses kreatif yang erat dengan kehidupan dan tradisi kraton dipadu dengan  teknologi yang berkembang saat itu.
Perkembangan Batik Kraton awalnya dikhususkan dibuat, didesain, dan dipakai untuk lingkungan kraton dan hanya untuk keluarga raja saja. Desain yang sarat dengan makna dibuat oleh para puteri, kemudian pengerjaannya dilakukan oleh para abdi dalem khusus. Batik yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas, karenanya kemudian terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dengan ketersediaan batik yang diperlukan akibatnya muncullah kemudian tempat-tempat pembuatan batik di luar tembok kraton.
Pembuatan-pembuatan batik di luar kraton ini awalnya masih dalam pengawasan kerabat kraton dan dilakukan oleh para abdi dalem yang tinggal di luar kraton. Ketika kebutuhan kain batik meningkat pesat maka pembuatan batik yang masih berupa kerajinan rumah tangga ini kemudian dikembangan menjadi sebuah industri oleh para pedagang. Mereka juga meningkatkan keahlian para pembatik juga mengembangkan proses pembuatannya. Hal ini kemudian menghasilkan motif-motif batik yang lebih berragam dan lebih indah hasil pengembangan motif-motif sebelumnya. Pembuatan batik secara luas mengakibatkan Kraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta membuat aturan-aturan khususnya dalam hal pemakaian batik. Salah satunya adalah pembatasan pemakaian beberapa desain yang hanya boleh dipakai oleh penguasa dan keluarga raja. Aturan ini kemudian memunculkan adanya motif larangan (forbidden designs).
Desain yang termasuk dalam motif larangan antara dua kraton ini berbeda. Kraton Surakarta membatasi seluruh motif parang khususnya Parang Rusak Barong, Cemukiran, Udan Riris, dan semen dengan berbagai variasinya terutama yang dipakai sebagai sawat ageng hanya diperuntukkan bagi batik Kraton. Kraton Yogyakarta membatasi pemakaian seluruh motif parang terutama Parang Rusak Barong, Alas-alasan Yogyakarta, dan Parang Kesit Gurdha.
Batik Kraton wilayah perkembangan dan penyebarannya tentunya erat dengan keberadaan kraton-kraton di Indonesia. Selain Kasunana Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, termasuk pengembang Batik Kraton yaitu Pura Mangkunegaran, Pura Pakualaman, Kraton Cirebon, Kraton Sumenep. Perkembangan politik dan pasang surut kewilayahan pemerintahan kraton-kratn tersebut berakibat juga terhadap perkembangan dan persebaran Batik Kraton. Muncullah kemudian wilayah-wilayah persebaran Batik Kraton yang lain yaitu Batik Indramayu, Batik Garutan, dan Batik Banyumasan.
Sedangkan batik pesisir adalah batik yang berkembang di luar keraton, btaik ini bersifat flesibel dan motifnya tidak terlalu mementingkan makna filosofis tapi lebih pada selera pasar dan lebih bersifat natural, batik-batik pesisir berkembang dipesisir pantai utara jawa : Pekalongan, Lasem, Tuban, Sidoarjo, Madura serta di pelabuhan-pelabuhan besae diluar Jawa seperti Sumatera, Batik pesisir di bagi menjadi sub bagian yaitu :
  1. Batik Saudagaran
    Batik Sudagaran adalah batik-batik yang dibuat dan dikembangkan oleh para pedagang batik. Motifnya berakar dari desain batik istana/kraton yang dikembangkan dengan ornamen dan desain khas para pedagang. Motif batik sudagaran erat kaitannya pula dengan motif dasar para pedagang dalam pembuatan kain batik yaitu untuk komoditas dagang.

    Mereka membuat batik tidak hanya untuk dipakai sendiri tetapi lebih diutamakan untuk diperjualbelikan untuk pemenuhan akan kebutuhan sandang. Batik yang dihasilkan tidak lagi berupa batik ”rumahan” tetapi sudah merupakan batik industri. Mulai tahun 1850an batik industri sudah mulai mengenal canthing cap yang mulai banyak menggantikan fungsi canthing tulis. Pemakaian canthing cap mempersingkat waktu produksi dan mampu menghasilkan motif batik yang seragam dalam jumlah banyak.
    Batik Sudagaran berbeda dengan batik yang dibuat langsung secara manual tetapi menghasilkan motif yang lebih rapi. Motif larangan dimodifikasi dengan titik-titik halus, cecek, atau bentuk isen (pengisi bidang) yang lain sangat disukai dalam Batik Sudagaran ini. Motif parang dipadu dengan bouquet bunga, rangkaian daun, buntal, atau mlinjon.
    Wilayah persebaran Batik Sudagaran tidak jauh dari pusat-pusat pemerintahan. Pusat-pusat industri Batik Sudagaran yang banyak memanfaatkan batik-batik rumah tangga dapat ditemukan di Kauman, Laweyan, Kratonan, di Surakarta. Di Yogyakarta Batik Sudagaran banyak dikembangkan di Prawirotaman, Tirtodipuran, dan Sentul.
      
  2. Batik Petani
    Batik Petani atau sering juga disebut Batik Pedesaan mengacu pada batik-batik yang banyak dibuat dan dipakai oleh kalangan petani dan penduduk di desa-desa pinggiran. Motifnya masih banyak bersumber dari motif Batik Kraton tetapi dimodifikasi dengan ornamentasi model di lingkungan sekitar pertanian seperti tanam-tanaman, buah-buahan, dan burung-burung kecil. Batik Petani yang dikembangkan di wilayah pesisir juga dipadukan dengan unsur-unsur di sekitar wilayah lingkungan pantai seperti rumput laut, ikan, dan beberapa bentukan laut.

    Perkembangan Batik Petani erat hubungannya dengan pasang surutnya Batik Sudagaran. Para pedagang batik tidak hanya membuat dan menjual batik-batik khusus untuk satu kelas sosial tertentu saja, maka kemudian mereka juga banyak mengambil batik-batik petani untuk diperdagangkan. Di sinilah aktivitas perdagangan dan interaksi saling menguntungkan ini membawa dampak pada wilayah persebaran dan perkembangan Batik Petani.
    Wilayah persebaran dan pembuatan Batik Petani terdapat di banyak daerah baik di pedalaman maupun pantai. Di wilayah Surakarta terdapat di Bayat (Klaten), Pilang (Sragen), Matesih (Karanganyar), Bekonang (Sukoharjo), dan beberapa daerah lain. Di wilayah Yogyakarta, Batik Petani banyak ditemukan di daerah Sanden dan Wijirejo (Bantul) yang sering disebut juga batik kidulan. Selain daerah itu juga di Wukirsari dan Girirejo (Imogiri), dan beberapa daerah di Banyumas.
    Di wilayah Jawa Timur, walaupun sebagian termasuk Batik Kraton tetapi banyak juga yang dapat dikategorikan sebagai Batik Petani. Wilayahnya yaitu daerah sekitar Tuban seperti Kerek, Margorejo, Kedungrejo, dan Taji. Selain Tuban juga terdapat di Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan.
    Di wilayah Jawa Barat, Batik Petani banyak ditemukan di kota-kota pantai yang dalam sejarahnya merupakan kota-kota dagang. Daerah Indramayu menghasilkan batik yang sering disebut dengan Batik Dermayon, juga Batik Lasem merupakan batik-batik yang banyak diproduksi oleh para istri nelayan. Motifnya pun sangat khas dengan nuansa dan motif-motif lautan.

  3. Batik India
    Batik Belanda dipakai untuk menyebut kain batik yang motifnya merupakan percampuran ataupun pengaruh dari motif Batik India. Kain Batik India banyak terinspirasi dari kain yang disebut patola dan kain sembagi. Kain ini banyak diperdagangkan oleh para pedagang Cina dan India sendiri mulai abad 19 khususnya di kota-kota pantai Jawa dan Sumatra, khususnya Cirebon dan Lasem.
    Perkembangan motif Batik India di wilayah tersebut dipicu oleh berkurangnya motif India di pasaran. Sementara itu patola dan sembagi termasuk banyak disukai saat itu walaupun jarang, maka untuk memenuhi kebutuhannya dibuatlah Batik India ini di Lasem dan Indramayu.
    Di Sumatra, kain sembagi dan patola juga banyak diproduksi di Jambi dan Palembang. Kain batik yang dihasilkan di daerah ini seringkali disebut juga batik bang-biru (batik merah dan biru) atau batik Jambi. Selain itu di wilayah Wonokromo (Bantul) juga ditemukan batik dengan motif nitik (pengaruh India) yang sering disebut Batik Nitik.

  4. Batik Belanda 

    Batik Belanda berkembang antara tahun 1840 sampai 1940, yaitu batik yang dibuat oleh atau untuk orang-orang Belanda dan Indo-Belanda khususnya di daerah pesisiran, tepatnya di Pekalongan. Bahkan pada kain yang dihasilkan ini diberi tanda yang menyatakan bahwa kain tersebut dibuat khusus untuk mereka.
    Batik Belanda banyak menghasilkan kain sarung  menggunakan motif paduan China dan Jawa, pewarnaannya terang sesuai dengan selera orang-orang Eropa umumnya. Tema-temanya banyak mengacu pada cerita-cerita Eropa. Bentuk-bentuk figurnya meliputi bunga-bungaan dan binatang, sampai gedung, pesawat terbang, dan tentunya figur-figur manusia.


    Batik Belanda ini banyak dibuat erat kaitannya dengan keberadaan mereka di wilayah ini. Keberhasilan penguasaan wilayah sekaligus perdagangan membuat mereka melalui VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) kemudian banyak bermukim di wilayah tropis ini. Iklim tropis memaksa mereka kemudian juga banyak memakai kain-kain batik yang banyak mengadopsi bentuk-bentuk pakaian India untuk keseharian.
    Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sandang mereka saja, bahkan pada tahun 1840 berdirilah pabrik kain Batik Belanda di Surabaya, dimiliki oleh Carolina Josephina von Franquemont, dan kemudian dikembangkan juga di wilayah Semarang. Pabrik ini memiliki pewarnaan yang khas yaitu hijau, sehingga atik ini juga dikeal dengan ijo prangkemon (hijau prangkemon), dan menjadi trademark batik buatan Franquemont.
    Selain Franquemont, batik Belanda juga dibuat oleh Catherina Carolina van Oosterom di Semarang. Batik pabrikannya kemudian dikenal dengan Batik Panastroman menyebar sampai wilayah Banyumas.

  5. Batik Cina
    Pergolakan politik antara pemerintahan Cina Daratan dan Cina Kepulauan menyebabkan banyaknya orang-orang Cina Selatan yang kemudian mengungsi, selain juga memang semenjak sebelumnya mereka juga telah banyak melakukan perjalanan niaga. Alur pengungsian mereka tidak jauh dari jalur-jalur perdagangan, sehingga mereka banyak bermukim di wilayah-wilayah pantai timur Sumatra dan utara Jawa, terutama di daerah Indramayu, Cirebon, Lasem, dan Tuban.
    Penduduk Cina atau sering disebut pranakan (keturunan), kemudian banyak membuat pakaian-pakaian khas mereka yaitu sarung dan baju pria yang khas sehingga kain dan baju yang dihasilkannya pun kemudian dikenal dengan baju pranakan. Motif Batik Cina banyak terpengaruh budaya, agama, dan tradisi Cina yang mereka bawa.
    Batik Cina, sebagaimana batik-batik yang lain kemudian juga mendapatkan peminat dan menjadi komoditas dagang yang banyak disukai sebagaimana Batik Belanda dan Batik India. Batik Cina kemudian juga diproduksi secara pabrikan dengan motif khas seperti binatang mistis Cina: naga, singa, hong, kura-kura, kilin, dewa-dewa. Warna khasnya yaitu merah atau paduan warna merah-biru.
    Wilayah perkembangannya sangat luas. Batik peranakan banyak diproduksi di daerah Lasem dengan desain khas yang disebut lokcan. Selain Lasem, Batik Cina juga berkemang di daerah Demak, Kudus, Pekalongan, Cirebon, bahkan sampai Sumatra, Minahasa, dan Maluku. Persebaran yang luas ini berkaitan dengan aktivitas perdagangan dan perluasan wilayah pengaruh mereka. Tokoh-tokoh Batik Cina antara lain Oey Soe Tjoen, Oey Kok Sing, The Tie Siet, Liem Siok Hien, dan beberapa yang lain.

  6. Batik Jepang
    Batik Jepang atau sering disebut juga Batik Jawa Hokokai, yaitu Batik yang dibuat dan dipengaruhi oleh Jepang. Perang Dunia II menyebabkan sulitnya mendapatkan kain mori dan pewarna sintetis, dua bahan pokok industri pakaian saat itu. Akibatnya para pemilik dan pembuat kain batik harus memaksimalkan sisa-sisa kain mori yang dipunyainya dan juga pewarna-pewarna yang terbatas. Muncullah kemudian motif batik khas yang disebut Batik Djawa Hokokai.
    Batik Djawa Hokokai, selain banyak terpengaruh dengan budaya Jepang, juga memunculkan motif baru yang disebut matif pagi-sore, yaitu penerapan dua motif pada satu helai kain. Motif ini biasanya memadukan dua motif yang berbeda yang disesuaikan dengan waktu pemakaian yaitu siang dan malam hari, tetapi hanya dengan satu lembar kain. Batik Djawa Hokokai diproduksi sampai tahun 1945, kemudian setelah kemerdekaan muncul Batik Jawa Baroe yang terkenal sampai tahun 1950.
    Maka  Heringas dan Veldhuisen, batik pesisir terbagi menjadi delapan model :
    1. Batik pesisir tradisional yang merah biru
    2. Batik hasil pengembangan pengusaha keturunan, khususnya Cina dan indo Eropa
    3. Batik yang dipengaruhi kuat oleh Belanda
    4. Batik yang mencerminkan kekuasaan kolonial
    5. Batik hasil modifikasi pengusaha Cina yang ditujukan untuk kebutuhan kalangan Cina
    6. Kain panjang
    7. Batik hasil pengembangan dari model batik merah biru
    8. Kain adat 

4 comments:

  1. bermanfaat buat pengetahuan batik nusantara. makasih

    ReplyDelete
  2. semangat terus mas, yuk mampir juga ke http://goo.gl/r7FLm5

    ReplyDelete