Sunday, December 30, 2012

"2013" SELAMAT DATANG HARAPAN




Matahari menyelinap dibalik bukit, sembunyikan kenangan hidup,menyimpan lembaran usang, menyambut hari-hari muda, sebentar lagi ‘kan menjelang. Selamat datang sms tahun baru 2013, harapan baru dan perubahan.

Masa lalu adalah sejarah, hari ini adalah goresan, hari esok adalah harapan. Selamat datang sms tahun baru 2013. Seiring dengan perginya kenangan, menyambut harapan. Selamat tinggal kenangan, selamat datang harapan.

Malam ini ‘kan berlalu, minggu ini ‘kan beranjak, bulan ini akan pergi,tahun ini ‘kan meninggalkan. Sejarah kehidupan, catatan suka dan duka, menyongsong tahun baru. Selamat tahun baru 2013. Semoga selalu jaya dan sejahtera.
Senja indah, kirimkan ciprat keemasan, kirimkan pertanda keagungan, kekusaan, serta kemegahan. Meski itu hanya sekejap, hingga sirna ditepis malam, pertanda esok akan tiba. Selamat tahun baru 2013. Semoga sukses selalu.
Serpihan malam bulan separuh,
Jelang hari baru pertanda tiba.
Kembang api membuncah ke angkasa sambut tahun muda 2013.
Selamat tahun baru 2013.
Semoga lebih baik dibanding tahun sebelumnya.

 
Waktu terus berlalu, lembaran demi lembaran telah dilalui.
Coretan demi coretan telah memenuhi,
kadang tak berarti,
kadang tanpa makna,
atau hanya sedikit makna.
Semoga di tahun ini setiap lembaran memiliki makna,
setiap lembaran bermanfaat.
Selamat tahun baru 2013.
Semoga lebih sukses.

 
hidup hanya sebentar
sebentar senang
sebentar sedih
sebentar bokek
sebentar banyak duit
sebentar nangis
sebentar ketawa
Eh, sebentar lagi ganti tahun
Met tahun baru ya
hari berganti
bulan berganti
tahun pun berganti
tahun baru harapan baru
tetap semangat
masa lalu adalah kenangan
hari ini adalah goresan
hari esok adalah harapan
selamat tahun baru 2013
selamat tinggal kenangan
selamat datang harapan 
buka hati dapat cinta
buka tangan dapat persahabatan
buka mata dapat pemandangan
buka handphone dapat pesan
buka pesan dapat ucapan
selamat tahun baru
Jalan-jalan naik pedati
Menikmati pemandangan nan indah
Tidak terasa tahun kan berganti
Semoga saja tahun nan indah
Sukses selalu di tahun 2013 nanti!
Makan tomat bareng kangguru
Ada Ikan beku di peti es
SELAMAT TAHUN BARU!
Semoga selalu sukses
Minum kopi di cangkir
Cangkirnya berwarna putih
HEPI New YEaR
wahai kekasih hati
Di sekolah di ajar bu Guru
Di pagar sekolah ada tukang bakwan
Mending ucap selamat tahun baru
Supaya bisa terus makan bakwan!
Keluar dari mobil setelah di parkir
Melihat gadis cantik sekali
Hepi new year
Oh kekasih hati!
Selamat tahun baru 2013
Semoga selalu dapat temen baru
Rejeki baru
Tapi bukan istri dan pacar baru!

Selamat tahun baru 2013.
Semoga lebih baik dari tahun kemarin.

Friday, December 14, 2012

TOPENG SIDAKARYA BALI


Topeng Sidakarya, Tarian Untuk Kesempurnaan Ritual


Topeng Sidakarya adalah bagian dari pementasan tari topeng yang mengiringi sebuah upacara besar di Bali. Topeng Sidakarya dianggap sebagai pelengkap upacara-upacara tersebut. Topeng ini tampil sebagai pamungkas tari persembahan (wewalen) sebelum acara pemujaan bersama yang dipimpin oleh Sulinggih dilakukan.


Pementasan Topeng Sidakarya ini bermula dari sebuah peristiwa menarik yang terjadi saat masyarakat Bali menggelar upacara besar di Pura Besakih pada zaman kekuasan Raja Dalem Waturenggong sekitar abad XV. Saat itu, datang seseorang dari Keling, mencari penanggungjawab upacara (Manggala Karya) tersebut yang tak bukan adalah sahabatnya. Karena rupa dan penampilannya yang buruk, saat menanyakan keberadaan sang Sahabat, tamu Keling tersebut diusir oleh oarng-orang Besakih agar tak “mengotori” proses upacara. Tamu Keling itu murka dan melontarkan kutukan agar upacara tidak berjalan sukses. Upacara besar itu pun gagal. Sang Manggala Karya menyesali tindakan orang-orang sekitarnya yang bertindak gegebah. Ia mencari sang tamu dan memintanya menyabut kutukan. Sebagai ungkapan penyesalan, Sang Manggala Karya memberikan sahabat Kelingnya itu tempat tinggal di desa Sidakarya (Denpasar Selatan). Dia kemudian dikenal dengan julukan Dalem Sidakarya.


Sejak saat itu, untuk kesuksesan penyelenggaraan ritual, pada setiap upacara besar di Bali, Dalem Sidakarya selalu dihadirkan dalam pementasan tari topeng. Atau, kehadirannya digantikan dengan tirta (air suci) yang diambil dari Pura Dalem Sidakarya yang terletak di Denpasar Selatan. 


TOPENG BLANTEK, TOPENG BETAWI




Sebagai sarana belajar para pemain di bidang teater, pada masa yang lalu Blantek sering dijadikan bahan ejekan para pemain topeng yang
mahir. Permainan topeng yang kurang baik, biasanya di ejek dengan sebutan seperti "Topeng Blantek".

Pada perkembangan kemudian Blantek memperoleh identitas yang mudah dibedakan dengan jenis teater lainnya, yaitu dengan hanya menggunakan orkes Rebana Biang sebagai musik pengiringnya, dengan membawakan lagu-Iagu "dikir" pada awal pertunjukannya.

Lazimnya pertunjukan Blantek merupakan sebuah tontonan yang sederhana, tanpa dekor. Teknik bermainnya juga bersahaja, sebagaimana tampak pada rombongan-rombongan Blantek yang terdapat di beberapa, tempat seperti Cijantung pimpinan Nasir Boyo, di Ciseeng pimpinan Saiman, di Cilodong pimpinan Saaman dan di Bojong Gede pimpinan Pilih. Dari beberapa segi tampak ada persamaan dengan Topeng Betawi, ada juga yang menunjukan Giri ke-Ienong-Ienongan. Sebagaimana umumnya teater rakyat, ciri utama Blantek adalah lagu, akrab dengan penonton di sekelilingnya dan tanpa formalitas, tanpa memiliki disiplin waktu. Tontonan ini merupakan percampuran antara tari lepas, nyanyian, guyonan, penampilan lakon dan kadang-kadang ada juga sulapannya seperti yang dilakukan oleh rombongan Blantek dari Ciseeng pimpinan Saiman.

Daerah penyebaran Blantek berbatasan dengan wilayah budaya Sunda, yaitu di daerah Selatan dan timur DKI Jakarta dan di beberapa tempat dalam wilayah Kabupaten bogor.

Menelisik Topeng Betawi
Oleh Yahya Andi Saputra


Pendahuluan

Teater rakyat Betawi adalah tontonan berlakon yang bersifat kerakyatan dan improvisatoris, diiringi oleh musik rakyat Betawi tertentu yang pernah tumbuh dan berkembang di wilayah budaya Betawi sedikitnya dalam dua generasi. Bentuk-bentuk kesenian yang tergolong dalam teater rakyat Betawi adalah : Lenong (Preman dan Denes, Jinong), Topeng Betawi (Jipeng, Blantek), Tonil Sambrah, dan Wayang Kulit Betawi. Di luar itu ada Shahibul Hikayat dan Gambang Rancang yang dapat digolongkan ke dalam teater bertutur. Kecuali itu juga ada Wayang Orang Betawi dan Cador (Penca Bodor) yang kemungkinan antara ada dan tiada.

Pertumbuhan bentuk teater rakyat Betawi, merupakan proses teatersasi dari musik rakyat Betawi tertentu, ditambah unsur tari. Karena dalam pertunjukan semalam suntuk lagu dan tari itu membosankan, lahir kreativitas baru berupa unsur humor tanpa kerangka plot cerita terencana. Proses teaterisasi selanjutnya adalah menambahkan beberapa banyolan pendek terdiri atas beberapa adegan dari lakon yang tak selesai. Dapat dianggap sebagai proses teaterisasi yang terakhir apabila dalam pertunjukan semalam suntuk kesenian itu hanya membawakan sebuah lakon panjang terdiri atas puluhan adegan dan merupakan lakon yang utuh dan selesai. Proses pertumbuhan semacam ini dialami oleh semua bentuk teater rakyat Betawi, kecuali Wayang Kulit Betawi yang langsung ke tahap akhir karena perkimpoian dari musik gamelan ajeng dengan wayang kulit yang merupakan pengaruh beranting dari wilayah yang lebih timur.

Topeng Betawi

Topeng dalam bahasa Betawi mempunyai beberapa arti. Pertama berarti kedok penutup wajah. Kedua berarti teater dan pertunjukan. Ketiga berarti primadona atau penari. Topeng yang dibahas di sini topeng dalam pengertian teater tradisional atau teater rakyat Betawi.

Teater topeng Betawi mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Daerah pertumbuhannya di pinggiran Jakarta. Karena tumbuhnya di pinggiran Jakarta, topeng dipengaruhi oleh kesenian Sunda. Saat itu masyarakat mengenal topeng melalui pertunjukan ngamen keliling kampung. Ada yang berpendapat topeng Betawi berasal dari kesenian ubrug. Pendapat itu masih perlu diperdebatkan. Dahulu ubrug dan topeng Betawi hidup secara damai.

Pada awalnya pementasan atau pertunjukan topeng tidak menggunakan panggung. Topeng mengadakan pentas di tanah. Bila perkumpulan topeng mengadakan pementasan, properti yang digunakan hanya colen (lampu minyak) bercabang tiga dan gerobak kostum diletakkan di tengah arena. Dengan kondisi itu pemain dan penonton tidak dibatasi dengan tirai atau dekor apapun. Pergantian adegan dilakukan dengan mengitari colen.

Awal 1960-an pertunjukan topeng sudah dilakukan di atas panggung. Alat penerangnya bukan lagi colen, tetapi lampu petromaks atau listrik. Di panggung dipasang layar polos ditambah properti lain berupa sebuah meja dengan dua buah kursi.

Pertunjukan topeng diiringi oleh musik yang disebut tabuhan topeng. Tabuhan topeng terdiri dari rebab, kromong tiga, gendang besar, kulanter, kempul, kecrek, dan gong buyung. Lagu yang dimainkan lagu Sunda Gunung namun khas daerah pinggir Jakarta. Nama lagunya antara lain : Kang Aji, Sulamjana, Lambangsari, Enjot-enjotan, Ngelontang, Glenderan, Gojing, Sekoci, Oncom Lele, Buah Kaung, Rembati, Lipet Gandes, Ucing-Ucingan, Gegot, Gapleh, Karantangan, Bombang, dan lain-lain.

Pertunjukan topeng biasanya diadakan sehubungan dengan pesta perkimpoian, hitanan, dan nazar. Pertunjukan yang dimaksudkan membayar nazar ditandai dengan upacara ketupat lepas. Ada upacara yang harus dikerjakan sebelum pementasan topeng. Upacara ini bertujuan agar pertunjukan selamat dan agar alam tidak marah yang dapat membinasakan manusia.

Perkembangan kesenian blantek tidak menggembirakan. Blantek hanya tumbuh dan berkembang di wilayah sekitar Bogor, khususnya di kampung Bojong Gede, Pondok Rajeg, Citayam, dan Ciseeng. Regenerasi tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Sejak tahun 1950-an aktivitas blantek vakum. Tahun 1976 Pemda DKI Jakarta mulai menggali kembali blantek. Tahun 1979 diadakan lokakarya dan festival blantek. Kegiatan festival blantek dilaksanakan kembali tahun 1994 dan 1997. Festival dimaksudkan untuk regenerasi, dorongan moril, motivasi berkreasi, dan perluasan persebaran blantek. Namun kegiatan-kegiatan itu tidak mencapai target.

Saat ini hanya ada beberapa grup blantek yang bertahan, yakni Blantek Si Barkah (non aktif), Nasir Boyo (non aktif), dan Blantek Nasir Mupid dari kampung Petukangan, Jakarta Selatan. Grup ini pun kurang aktif, lantaran kurang memperoleh apresiasi dari masyarakat, khususnya dari Pemprov DKI Jakarta.



TARI TOPENG MALANG


Senyum topeng yang kini menangis,


Tari Topeng Malang yang begitu membudaya di daerah Malang dulu pernah meraih puncak kejayaannya pada tahun 70-an. Kesenian ini mampu  membuat tenar nama Kota Malang sebagai rujukan kota wisata di wilayah Jawa Timur. Namun bagaimana nasib kesenian daerah yang pernah menjadi ikon Kesenian daerahnya kini ?
Ekspresi batin mereka di panggung even itu terlihat sumringah meskipun dalam hati sayu. Gerakan apik yang dimainkan oleh 12 pelakonnya sarat nilai estetis, namun terasa berat dijalankan ketika mereka mengaca pada kehidupan sehari-hari mereka sebagai pahlawan kesenian daerahnya.

(Tarian) Topeng Malang yang selama ini menjadi pemicu semangat dalam menghadapi aral rintangan kehidupan kini kurang mampu “memperjuangkan” nasib mereka. Namun di benak mereka tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan untuk saling bernegosiasi nasib agar seni ini tetap hidup dan menghidupi mereka. Di tengah momen Malang Kembali ini, para seniman ini bergulat dengan sang waktu agar tetap eksis di tengah hiruk pikuk pengunjung.
Ya, itulah nasib yang dialami oleh karya kesenian ini sekarang. Nasib para pejuang karya budaya inipun sekarang terkatung-katung tergilas oleh roda zaman tergantikan oleh ganasnya alur globalisasi. Seakan bertolak belakang dengan yang ada, Peni Suparto, walikota Malang, yang berperan sebagai pembuka acara ini mengeluarkan statement “sebagai warga kota Malang yang baik, kita harus siap senantiasa menjunjung hasil karya sejarah kota tercinta ini.” Namun di balik panggung pementasan, Handoyo sebagai pemimpin rombongan penari topeng mengatakan bahwa kontribusi riil yang didapat dari masyarakat dibandingkan dengan apa yang mereka perjuangkan dari usaha menampilkan kesenian ini sangat pas-pasan. “Ya, mungkin hanya cukup untuk menghidupi keluarga selama 5 hari”, ucapnya diiringi senyum kepasrahan. Dulu, ketika di masa jaya-jayanya hampir seluruh warga Malang mengenal dan menyukai kesenian ini. Gerakan, sanepan, lelucon dan berbagai atribut kesenian yang berbasis seni Jawa ini begitu diagungkan.
Ditemui di kediamannya, Karimun (89 th), seorang sesepuh topeng Malang yang sering berujar “endi arek-arek iki?” (di mana sekarang anak-anak/para penerus?) Seakan batinnya menangis jika mengenang memori manis masa lalunya. Berumah di lokasi sentral kesenian topeng Malang, dusun Kedungmonggo, desa karang pandan, kecamatan pakis aji dia sering tergolek karena tubuhnya telah digandrungi oleh penyakit tua.
Dua tahun yang lalu saya bertemu dengan sosok yang biasa dipanggil Mbah Mun itu. Waktu itu, dia terlihat masih bersemangat untuk memahat topeng dengan tangannya sendiri. “Biasanya satu topeng yang terbuat dari kayu nangka waktu buatnya 3 hari. Kalo waktu muda dulu, 1 hari satu topeng bisa”. Mbah Mun juga berkisah, “Dulu jika kita melakukan pementasan di sanggar, jumlah penonton seakan membludak sampai keluar halaman sanggar. Tapi sekarang hanya sampai tangga sanggar saja” . Menurutnya pemerintah kurang memperhatikan nasib kami sebagai seniman. Padahal pada waktu pemilihan Umum banyak calon pemimpin itu sowan kesini. Lali be`e.` (lupa barangkali). Ketika ditanya tentang harapannya t okoh yang menjadi sesepuh ilmu kejawen di Malang ini  dengan arif menjawab,  “Wong urip kuwi kudu seng sabar lan nrimo” (orang hidup itu harus selalu sabar dan menerima).
Diapun tidak pernah menuntutnya di kemudian hari. Sehingga apa-apa yang telah dijanjikan tidak kunjung terwujud. Sebenarnya, masih banyak para pahlawan kesenian yang nasibnya sama dengan Mbah Karimun, Handoyo dan kawan-kawannya. Selanjutnya, tinggal pemerintah yang seharusnya turut serta mengibarkan bendera topeng Malang sehingga para pemain tidak sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka. Dan hasilnya, kesenian nini tidak lekang ditelan zaman.



TARI TOPENG




Topeng Ireng adalah satu bentuk tradisi seni pertujukan yang berasimilasi dengan budaya lokal Jawa Tengah. Topeng Ireng yang juga dikenal sebagai kesenian Dayakan ini adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo.
Sejarah : Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, kesenian Topeng Ireng mulai berkembang di tengah masyarakat lereng Merapi Merbabu sejak zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan perkembangannya tahun 1960-an.
Pada saat jaman Pemerintahan Belanda, pemerintah jajahan pada masa lalu melarang masyarakat berlatih silat sehingga warga mengembangkan berbagai gerakan silat itu menjadi tarian rakyat. Tarian itu diiringi dengan musik gamelan dan tembang Jawa yang intinya menyangkut berbagai nasihat tentang kebaikan hidup dan penyebaran agama Islam.
Setelah itu perkembangan Seni Pertunjukan Topeng Ireng berkembang apabila umat Islam membangun masjid atau mushola, sebelum mustaka (kubah) dipasang maka mustaka tersebut akan diarak keliling desa. Kirab tersebut akan diikuti seluruh masyarakat disekitar masjid dengan tarian yang diiringi rebana dan syair puji-pujian. Dalam perjalanannya kesenian tersebut berkembang menjadi kesenian Topeng Ireng.

Etimologi : Nama Topeng Ireng sendiri berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras. Oleh karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat.
Tarian ini sebagai wujud pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar agama Islam dan ilmu beladiri atau pencaksilat. Tak heran, Topeng Ireng selalu diiringi dengan musik yang rancak dan lagu dengan syair Islami.
Selain sebagai syiar agama Islam, pertunjukan Topeng Ireng juga menggambarkan tentang kehidupan masyarakat pedesaan yang tinggal di lereng Merapi Merbabu. Dari gerakannya yang tegas menggambarkan kekuatan fisik yang dimiliki oleh masyarakat desa saat bertarung maupun bersahabat dengan alam guna mempertahankan hidupnya.
Sebelum dikenal dengan nama Topeng Ireng, seni pertunjukan ini dikenal dengan nama kesenian Dayakan.Hal ini bukan tanpa alasan, nama Dayakan ini didasarkan pada kostum yang digunakan oleh para penari.
Busana bagian bawah yang digunakan oleh para penari menyerupai pakaian adat suku Dayak. Sekitar tahun 1995, kata Dayakan dinilai mengandung unsur SARA, kemudian kesenian ini diubah menjadi kesenian Topeng Ireng. Namun, sejak tahun 2005 nama Dayakan dipopulerkan lagi sehingga menjadikan kesenian ini dikenal dengan dua nama, Topeng Ireng dan Dayakan.


Daya tarik : Daya tarik utama yang dimiliki oleh kesenian Topeng Ireng tentu saja terletak pada kostum para penarinya. Hiasan bulu warna-warni serupa mahkota kepala suku Indian menghiasi kepala setiap penari. Senada dengan mahkota bulunya, riasan wajah para penari dan pakaian para penari juga seperti suku Indian. Berumbai-rumbai dan penuh dengan warna-warna ceria. Sedangkan kostum bagian bawah seperti pakaian suku Dayak, rok berumbai-rumbai. Untuk alas kaki biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu boot dengan gelang kelintingan yang hampir 200 buah setiap pemainnya dan menimbulkan suara riuh gemerincing di tiap gerakannya.
Setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang menimbulkan bunyi gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi, hingga suara penyanyi dan para penonton. Musik yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Topeng Ireng adalah alat musik sederhana seperti gamelan, kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana. Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas. Biasanya penarinya terdiri dari 10 orang atau lebih dan membentuk formasi persegi atau melingkar dengan gerak tari tubuh yang tidak terlalu kompleks. Para penari juga terlihat sangat ekspresif dalam membawakan tariannya.
Tarian Topeng Ireng sebenarnya mudah untuk dipelajari karena gerakannya yang sederhana. Tidak ada gerak tubuh yang rumit, karena yang menjadi poin utama dari tarian ini adalah kekompakan. Semakin banyak penari yang turut serta, maka semakin indah kolaborasi yang tercipta. Berhubung Topeng Ireng diciptakan sebagai kolaborasi antara syiar agama Islam dan ilmu pencak silat, tarian para penarinya juga berasal dari gerakan-gerakan pencak silat yang telah dimodifikasi sedemikian rupa.
Satu lagi yang menjadi keistimewaan tarian Topeng Ireng dibandingkan kesenian rakyat lainnya adalah gerakannya yang tidak monoton. Dari waktu ke waktu inovasi baru selalu dilakukan dalam tiap pertunjukan Topeng Ireng.
Pengembangan unsur-unsur artistik dan koreografi dilakukan supaya penontonnya tidak mengalami kebosanan sekaligus untuk menarik minat kaum muda agar mau bergabung menjadi anggota kelompok Topeng Ireng.
Pertunjukan Topeng Ireng sendiri terbagi menjadi dua jenis tarian. Yang pertama adalah Rodat yang berarti dua kalimat syahadat. Tarian ini ditampilan dengan gerakan pencak silat sederhana serta diiringi lagu-lagu syiar Islami. Jenis tarian lainnya adalah Monolan yang melibatkan penari dengan kostum hewan.
Tarian ini melibatkan unsur mistik serta gerak pencak silat tingkat tinggi. Durasi pertunjukan Topeng Ireng sangat fleksibel, tidak ada peraturan khusus mengenai lamanya tarian. Penampilan para penari bisa dibuat 15 menit, 10 menit, bahkan 5 menit saja.

Daerah pertunjukan : Sebagai seni pertunjukan rakyat, pertunjukan Topeng Ireng biasanya dilaksanakan ketika sedang ada acara tertentu semisal upacara bersih desa, kirab budaya, festival rakyat, maupun acara-acara seni tradisi dan budaya lainnya. Tempat dilangsungkannya pertunjukan ini tidak menentu. Namun, daerah yang paling banyak menampilkan pertunjukan Topeng Ireng adalah desa-desa yang terletak di lereng Merapi Merbabu, Jawa Tengah; dan hingga saat ini kesenian Dayakan ini telah berkembang di Kebumen, Jawa Tengah.




TOPENG CIREBON





Penduduk desa yang tersebar di sekitar Cirebon hanyalah pewaris dan bukan penciptanya. Penduduk desa ini adalah juga penerus dari para penari Keraton Cirebon yang dahulu memeliharanya. Penari-penari dan penabuh gamelan Keraton pada jaman penjajahan Belanda mata pencaharian semakin sulit sehingga harus mencari sumber hidupnya di rakyat pedesaan.
Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan serta berkembang di pelosok-pelosok Kecamatan antara lain : Klangenan, Plumbon serta Arjawinangun, sedangkan di Kota Cirebon sendiri sudah tergeserkan oleh kesenian yang lebih modern. Namun demikian masih terlihat adanya kultur Kraton yang mengajarkan adab kebangsawanan dalam pementasannya yang berbaur dengan kultur rakyat yang sederhana dilihat dari pakaian yang dikenakan para penarinya.
Dalam pengangkatan ceritera dalam pementasan adalah ceritera Panji dalam lima siklus karakter kehidupan, antara lain :
1. Panji–tahap kelahiran,
2. Samba ( Pamindo )–tahap kanak-kanak,
3. Rumyang–tahap dewasa,
4. Tumenggung ( Patih ) –tahap memperoleh kedudukan dalam masyarakat,
5. Ruwana ( Rahwana ) dan Klana–tahap manusia yang telah dikuasai berbagai nafsu.
Dalam pengangkatan karakter topeng sangat ter ekpresi oleh pola-pola gerakan tubuh para penari, sehingga tari topeng Cirebon ini sangat indah dalam pementasannya. 


TOPENG SURAKARTA





Topeng gaya Surakarta hampir sama dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat perbedaan pada kumisnya yang terbuat dari bulu. Tokoh punakawan Bancak dan Doyok juga mengenakan topeng separuh muka seperti gaya Yogyakarta.


TOPENG JOGJAKARTA




Dalam pagelaran Wayang Wong yang di ciptakan oleh Hamengku Bhuwono I ( 1755-1792 ) dalam pengekspresian karakter gerak tari tokoh-tokoh wayang untuk peran kera dan raksasa dalam pentas Ramayana maupun Mahabharata pemainnya dilengkapi dengan pemakaian topeng, sedangkan untuk tokoh satria dan wanita tidak mengenakan topeng.
Dalam pementasan Wayang Orang Gedog punakawan Pentul dan Tembem mengenakan topeng separuh muka sehingga dapat berdialog secara leluasa tanpa mengangkat topeng. Lain halnya dengan pementasan ceritera Panji para pemainnya mengenakan topeng dengan cara agak direnggangkan sedikit sehingga pemain dapat mengucapkan antawacananya. Pada topeng gaya Yogyakarta kumis dibuat dengan cara menyungging warna hitam.


TOPENG BALI



Di Bali topeng juga adalah suatu bentuk dramatari yang semua pelakunya mengenakan topeng dengan cerita yang bersumber pada cerita sejarah yang lebih dikenal dengan Babad.
Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari), topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan Bali.
Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan - yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :
1. Topeng Pajeganyang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan.
2. Topeng Sidakarya Di dalam topeng Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya. Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan, maka topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng hingga kini masih ada hampir diseluruh Bali
3. Topeng Pancayang dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang memainkan peranan yang berbeda-beda sesuai tuntutan lakon,
4. Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar.
Nama Arja di duga berasal dari kata Reja (bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat.
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
• munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
• Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
• Arja Gede ( yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang).
Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.
Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.
Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar.
Tari Topeng Bali mempunyai ciri tarian tersendiri. Dengan iringan irama gamelan yang khas mempertunjukkan drama tari namun tidak mengangkat kisah-kisah dalam pewayangan. Wujud tarian dapat dibagi dalam bentuk 2 jenis, yaitu : 1. Topeng Pajegan – penarinya hanya satu orang namun dalam pementasan membawakan berbagai macam topeng yang secara berturut-turut dipakai/diganti diatas pentas dan menari sesuai dengan karakter topeng yang sedang dipakai. 2. Topeng Panca – tari ini merupakan pengembangan dari tari Topeng Pajegan dengan penambahan pemain menjadi 5 orang. 


Daftar Pustaka




Tambahan Topeng Bali


TOPENG MALANG




Topeng Malang merupakan pementasan wayang Gedog yang dalam pertunjukannya mempergunakan topeng. Dalam perkembangannya di Kedungmoro dan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Malang yang dikenal dengan sebutan Topeng Jabung. Dalam pementasannya mengetengahkan ceritera-ceritera Panji dengan tokoh-tokohnya seperti : Panji Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari, dll. Para penari mengenakan topeng dan menari sesuai dengan karakter tokoh yang dimainkan. Dalam pementasan dipergunakan tirai yang terbelah tengah sebagai pintu keluar/masuk para penarinya. Maestro Topeng Malang, yang tetap melestarikannya adalah Mbah Karimun bersama istrinya Siti Maryam, dengan tetap melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar membuat Topeng Malang dan tari Topeng Malangan. Demikian pula Mbah Kari ( kelahiran Desa Jabung Malang,1936 ) dengan tekun memahat dan mengukir kayu untuk dibuat topeng. Ketekunan yang dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun di usia tuannya masih dengan penuh semangat melatih para penari usia muda, memberikan contoh ragam-ragam gerak tari topeng Malangan versi Jabung.


TOPENG, NILAI-NILAI BUDAYA, MAGIS DAN SUCI

TOPENG

Topeng adalah benda yang dipakai di atas wajah. Biasanya topeng dipakai untuk mengiringi musik kesenian daerah. Topeng di kesenian daerah umumnya untuk menghormati sesembahan atau memperjelas watak dalam mengiringi kesenian. Bentuk topeng bermacam-macam ada yang menggambarkan watak marah, ada yang menggambarkan lembut, dan adapula yang menggambarkan kebijaksanaan. Topeng telah menjadi salah satu bentuk ekspresi paling tua yang pernah diciptakan peradaban manusia. Pada sebagian besar masyarakat dunia, topeng memegang peranan penting dalam berbagai sisi kehidupan yang menyimpan nilai-nilai magis dan suci. Ini karena peranan topeng yang besar sebagai simbol-simbol khusus dalam berbagai uparaca dan kegiatan adat yang luhur. Kehidupan masyarakat modern saat ini menempatkan topeng sebagai salah satu bentuk karya seni tinggi. Tidak hanya karena keindahan estetis yang dimilikinya, tetapi sisi misteri yang tersimpan pada raut wajah topeng tetap mampu memancarkan kekuatan magis yang sulit dijelaskan.  



TOPENG DI INDONESIA

Topeng telah ada di Indonesia sejak zaman prasejarah. Secara luas digunakan dalam tari topeng yang menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Diyakini bahwa topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa. Pada beberapa suku, topeng masih menghiasi berbagai kegiatan seni dan adat sehari-hari. Beberapa topeng di Indonesia pun digunakan sebagai hiasan di dalam rumah atau di luar rumah. Beberapa kesenian topeng Indonesia antara lain: Tari Hudog suku Dayak, tari Topeng Bali, dan tari topeng Cirebonan.





FOTO-FOTO DAERAH JAWA TEMPO DULU



 Borobudur Magelang Tahun 1910


Sedang membaca primbon, Jogjakarta 1880


Kompleks candi sewu, Jawa Tengan tahun 1920


Pementasan Wayang Beber tahun 1902


Pengrajin keris, Jogjakarta 1880


Sultan Hamengku Buwono VII, 1885


Tari Serimpi Jawa, 1900


Bupati Mojokerto R.A.A. Kromo Adjinegoro, 1929


Candi Kalasan Jawa Tengah, 1921


3 Wanita sedang Membatik, 1910


Candi Mendut, Jawa Tengah tahun 1890

Pemandian umum di Sela Boyolali Jawa Tengah 1910

Desa Bonang, antara Lasem - Rembang, Jateng 1910

Bermain kartu (Gaplek), 1880


Candi Kidal (Hindu) Malang 1910


Penari Banyuwangi, 1910


Patung Hindu, Lawang Jawa Timur 1890

Kraton Jogjakarta tahun 1911


Candi Prambanan tahun 1889

Memintal kapas, Jogjakarta 1880

WAYANG PANDAWA


KELUARGA PANDAWA

Para Pandawa merupakan tokoh penting dalam wiracarita Mahabharata, yaitu pertempuran besar di daratan Kurukshetra antara para Pandawa dengan para Korawa serta sekutu-sekutu mereka. Kisah tersebut menjadi kisah penting dalam wiracarita Mahabharata.


Silsilah Keluarga Pandawa




1. Yudistira


Yudistira alias Dharmawangsa, adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putera Pandu.


Istrinya Drupadi




Drupadi anak dari Prabu Drupada, raja negri Cempalareja, berputra bernama Pancawala.

Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar “Prabu” dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.

a. Arti Nama
Nama Yudistira dalam bahasa Sanskerta bermakna “teguh atau kokoh dalam peperangan”. Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna “raja Dharma”, karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupnya.

Beberapa julukan lain yang dimiliki Yudhisthira adalah:
- Ajatasatru, “yang tidak memiliki musuh”.
- Bharata, “keturunan Maharaja Bharata”.
- Dharmawangsa atau Dharmaputra, “keturunan Dewa Dharma”.
- Kurumukhya, “pemuka bangsa Kuru”.
- Kurunandana, “kesayangan Dinasti Kuru”.
- Kurupati, “raja Dinasti Kuru”.
- Pandawa, “putera Pandu”.
- Partha, “putera Prita atau Kunti”.
- Puntadewa, “derajat keluhurannya setara para dewa”.
- Yudistira, “pandai memerangi nafsu pribadi”.
- Gunatalikrama, “pandai bertutur bahasa”.
- Samiaji, “menghormati orang lain bagai diri sendiri”.

b. Sifat dan kesaktian
Sifat-sifat Yudistira tercermin dalam nama-nama julukannya, sebagaimana telah disebutkan di atas. Sifatnya yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat terhadap ajaran agama, penuh percaya diri, dan berani berspekulasi. Kesaktian Yudistira dalam Mahabharata terutama dalam hal memainkan senjata tombak. Sementara itu, versi pewayangan Jawa lebih menekankan pada kesaktian batin, misalnya ia pernah dikisahkan menjinakkan hewan-hewan buas di hutan Wanamarta dengan hanya meraba kepala mereka.

Yudistira dalam pewayangan beberapa pusaka, antara lain Jamus Kalimasada, Tunggulnaga, dan Robyong Mustikawarih. Kalimasada berupa kitab, sedangkan Tunggulnaga berupa payung. Keduanya menjadi pusaka utama kerajaan Amarta. Sementara itu, Robyong Mustikawarih berwujud kalung yang terdapat di dalam kulit Yudistira. Pusaka ini adalah pemberian Gandamana, yaitu patih kerajaan Hastina pada zaman pemerintahan Pandu. Apabila kesabaran Yudistira sampai pada batasnya, ia pun meraba kalung tersebut dan seketika itu pula ia pun berubah menjadi raksasa besar berkulit putih bersih.


2. Bima



Bima (Sanskerta: Bhima) atau Bimasena (Sanskerta: Bhimaséna) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dianggap sebagai seorang tokoh heroik. Ia adalah putra Dewi Kunti dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya hatinya lembut. Ia merupakan keluarga Pandawa di urutan yang kedua, dari lima bersaudara. Saudara se’ayah’-nya ialah wanara yang terkenal dalam epos Ramayana dan sering dipanggil dengan nama Hanoman. Akhir dari riwayat Bima diceritakan bahwa dia mati sempurna (moksa) bersama ke empat saudaranya setelah akhir perang Bharatayuddha. Cerita ini dikisahkan dalam episode atau lakon Prasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa basi dan tak pernah bersikap mendua serta tidak pernah menjilat ludahnya sendiri.

Beristri 3 :





1. Dewi Nagagini, putri Sanghyang Anantaboga dengan Dewi Supreti dari Kahyangan Saptapratala. berputra Arya Anantareja.

2. Dewi Arimbi, putri dari Prabu Arimbaka dari kerajaan Pringgandani.berputra Raden Gatotkaca.

3. Dewi Urangayu, adalah anak tunggal dari penguasa Samodra, keturunan bangsa Dewa, bernama Batara Baruna.berputra Arya Anantasena.




Kelahiran Sang Bima

Seluruh kerajaan Astina sangat berduka karena kelahiran anak jabang bayi
Prabu Pandu dan Dewi Kunti yang berwujud terbungkus. Tak ada senjata yang mampu untuk memecah bungkus tersebut. Kurawa yang juga ikut membantu memecah bungkus tersebut – walaupun dengan tujuan berbeda ingin melenyapkan sang jabang bayi – juga tidak sanggup melakukannya. Sampai akhirnya, terdapat wangsit dewata yang meminta bayi bungkus tersebut dibuang di hutan Krendawahana

Di pertapaan wukir retawu Begawan Abyasa kedatangan Raden Permadi yang dikuti oleh punakawan.
“Kakek bagaimana nasib kakak bungkus, sudah sampai beberapa tahun tak ada kabar baik mengenai ini eyang, menjadikan dukanya ibu Kunti”

Tentu saja sang Begawan yang memang dipenuhi oleh budi luhur sudah mengetahui apa yang akan terjadi.
“Cucuku ngger Permadi, mengertilah kalo kakakmu sedang menjalani karmanya. Di kemudian hari kakakmu si bungkus akan jadi ksatria utama dan akan mendapat apa yang disebut sebagai wahyu jati”

Adanya bayi bungkus tersebut menjadikan gegernya suralaya. Bumi gonjang ganjing bergetar seperti dibelah. Lautan menjadi kering.
Di suralaya Batara Guru memanggil Gajah Sena putra sang batara yang berwujud gajah untuk memecah si bungkus sehingga menjadi manusia yang sejati. Sang guru juga mengutus Dewi Umayi untuk melatih tentang keutamaan kepada si bayi bungkus.

Setelah memberikan pengajaran kepada si bungkus, Dewi Umayi memberikan busana berupa cawet bang bintulu merah, hitam, kuning, putih, pupuk, sumping, gelang, porong dan kuku Pancanaka.

Selanjutnya Gajahsena dengan kekuatan yang dimilikinya membuka bungkus sijabang bayi. Namun dengan pecahnya bungkus, sang bayi menjadi marah karena ia merasa disakiti, maka terjadilah perkelahian yang dahsyat diantara keduanya. Pertempuran tersebut berakhir dengan kalahnya Gajah Sena. Namun bersamaan dengan sirnanya jasad sang Gajah, seluruh roh dan kekuatannya merasuk kedalam badan si bayi bungkus.

Kemudian datanglah Betara Narada. Si bungkus kemudian bertanya pada Sang Kabayadewa,”Heeem, siapakah aku ini?”

“Anakku, *kamu itu sesungguhnya adalah putra nomor dua dari Raja Dimarta Prabu Pandu Dewanata. Kamu lahir berwujud bungkus, dan kehendak Dewata kamu akan menjadi ksatria utama, dan untuk itu engkau kuberi nama Bratasena ..”

Nama lain
* Bratasena

* Balawa

* Birawa

* Dandung Wacana

* Nagata

* Kusumayuda

* Kowara

* Kusumadilaga

* Pandusiwi

* Bayusuta

* Sena

* Wijasena

* Jagal Abilowo
* Werkudara
* Gandawastratmaja
* Dwijasena
* Arya Sena
* Arya Brata
* Wayunendra
* Wayu Ananda
* Bayuputra,
* Bayutanaya
* Bayusiwi
* Bilawa
* Bondan Peksajandu

a. Arti nama
Kata bhima dalam bahasa Sanskerta artinya kurang lebih adalah “mengerikan”. Sedangkan nama lain Bima yaitu Wrekodara, dalam bahasa Sanskerta dieja v?(ri)kodara, artinya ialah “perut serigala”, dan merujuk ke kegemarannya makan. Nama julukan yang lain adalah Bhimasena yang berarti panglima perang.

Nama lain dari Bima adalah Bratasena, Balawa, Birawa, Dandungwacana, Nagata, Kusumayuda, Kowara, Kusumadilaga, Pandusiwi, Bayusuta, Sena, Wijasena, Jagal Abilowo.

b. Sifat dan kesaktian.
Bima memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama derajatnya, sehingga dia digambarkan tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil) atau pun duduk di depan lawan bicaranya. Bima melakukan kedua hal ini (bicara dengan bahasa krama inggil dan duduk) hanya ketika menjadi seorang resi dalam lakon Bima Suci, dan ketika dia bertemu dengan Dewa Ruci. Ia memiliki keistimewaan dan ahli bermain gada, serta memiliki berbagai macam senjata, antara lain: Kuku Pancanaka, Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa (kapak besar) dan Bargawasta. Sedangkan jenis ajian yang dimilikinya antara lain: Aji Bandungbandawasa, Aji Ketuklindu, Aji Bayubraja dan Aji Blabak Pangantol-antol.

Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu: Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga. Sedangkan beberapa anugerah Dewata yang diterimanya antara lain: Kampuh atau Kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem.


3. Arjuna




Raden Arjuna adalah putra ketiga dari pasangan Dewi Kunti dan Prabu Pandu atau sering disebut dengan ksatria Panengah Pandawa. Seperti yang lainnya, Arjuna pun sesungguhnya bukan putra Pandu, namun ia adalah putra dari Dewi Kunti dan Batara Indra. Dalam kehidupan orang jawa, Arjuna adalah perlambang manusia yang berilmu tingga namun ragu dalam bertindak. Hal ini nampak jelas sekali saat ia kehilangan semangat saat akan menghadapi saudara sepupu, dan guru-gurunya di medan Kurusetra. Keburukan dari Arjuna adalah sifat sombongnya. Karena merasa tangguh dan juga tampan, pada saat 
mudannya ia menjadi sedikit sombong.


Para Istri Arjuna



1. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa.

2. Dewi Asmarawati ,berputra Bambang Jati Asmara

3. Dewi Citraganda/Citranggada putri Prabu Citradahana/Citrasena berputra Bambang Babruwahana/Wabruwahana

4. Dewi Citrahoyi.

4. Dewi Dresanala, berputra Bambang Wisanggeni.

6. Dewi Dyah Sarimaya.

7. Dewi Gandawati puteri dari Prabu Gandasena dari Kerajaan Tasikmadu berputra Bambang Gandawardaya/Bambang Gandakusuma.

8. Dewi Gagar Mayang.

9. Dewi Jimambang puteri Resi Wilawuk/Resi Wilwuk dari hutan alas Wanamarta atau Alas Mertani, berputra Bambang Kumaladewa dan Bambang Kumalasakti.

10.Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada/Bambang Senggata yang beujud raksasa.

11.Dewi Kencana Wati putri Prabu Sokadrema.

12.Dewi Kencana Wulan putri Prabu Sokadrema.

13.Dewi Lestari.

14.Dewi Larasati putri Prabu Bismaka/Arya Prabu Rukma, raja Kumbina dengan Ken Yusida/Ken Sagupi, berputra Bratalaras.

15.Dewi Larawangen.

16.Dewi Lengleng Mulat.

17.Dewi Maheswara/Endang Sabekti, putri Begawan Sidik Waspada dari pertapaan Glagahwangi berputra Bambang Priyambada.

18.Dewi Manikarya.

19.Dewi Manikhara.

20.Dewi Manuhara, putri Wiku Manikara dari pertapaan Tirtakawana. versi lain ia adalah putri Bagawan Sidik Wacana dari pertapaan Andong Sumiwi, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati.

21.Dewi Palupi/Ulupi, puteri seorang Begawan Naga Korawya dari kerajaan Nagaloka, versi lain puteri*Begawan Kanwa, dari pertapaan Yasarata. Ada juga versi lainnya Dewi Ulupi puteri resi Jayawilapa dari Gunung Yasarata. berputra Bambang Irawan.

22.Dewi Pamegatsih, berputra Bambang Pamegatrisna.

23.Dewi Partawati, puteri Prabu Partakusuma *dari Kerajaan Waringinsungsang.

34.Dewi Purnama Sidi Puteri Begawan Sidi Wasana, dari Pertapaan Andong Purnama, berputera Bambang Manonbawa, atau Manon Manonton atau Kresna Malang Dewa.

25.Dewi Puspawati.

26.Dewi Rarasati anak Antagopa, gembala ternak Prabu Basudewa dari negara Madura. Tetapi sebenarnya Dewi Rarasati putri Basudewa yang dirahasiakan.

26.Dewi Ratri, puteri Prabu Jin Yudistira, versi lain cucu Begawan Partana dari Pertapaan Guwawarna, berputra Bambang Wijanarka.

27.Dewi Retna Kasimpar.

28.Dewi Srikandi adalah putra Prabu Drupada raja Pancalareja dengan permaisurinya Dewi Gandawati.

29.Dewi Srimendang putri Tambaksegara berputra Bambang Srigati.

30.Dewi Subadra atau Dewi Sumbadra, putri Prabu Basudewa, raja negara Mandura dari permaisuri Dewi Rohini/Dewi Badrahini, putra Raden Angkawijaya/Bambang Abimanyu.

31.Dewi Sulastri, berputra Bambang Sumitra.

32.Dewi Supraba, putri Bathara Indra. berputra Bambang Prabakusuma.

33.Dewi Surendra/Dewi Irim irin.

34.Dewi Suryawati putri Prabu Radea di negari Petapralaya..

35.Dewi Suyati.

36.Dewi Tunjungbiru.

37.Dewi Tilotama.

38.Dewi Warsini.

39.Dewi Warsiki.

40.Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga.versi lainnya menyebutkan Dewi Wilutama pernah turun ke Arcapada menjelma menjadi kuda sembrani betina dan membawa terbang Bambang Kumbayana/Resi Drona menyeberangi lautan yang waktu itu sedang mencari Arya Sucitra. Dalam peristiwa itu terjalin hubungan asmara antara Dewi Wilutama dengan Bambang Kumbayana. Akibatnya Dewi Wilutama hamil, dan melahirkan seorang putra lelaki yang mempunyai ciri-ciri berambut dan bertelapak kaki kuda, yang diberi nama Bambang Aswatama.

a. Arti Nama.
Arjuna memiliki dasanama sebagai berikut : Herjuna, Jahnawi, Sang Jisnu, Permadi sebagai nama Arjuna saat muda, Pamade, Panduputra dan Pandusiwi karena merupakan putra dari Pandu, Kuntadi karena punya panah pusaka, Palguna karena pandai mengukur kekuatan lawan, Danajaya karena tidak mementingkan harta, Prabu Kariti saat bertahta menjadi raja di kayangan Tejamay
a setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakaca, Margana karena dapat terbang tanpa sayap, Parta yang berarti berbudi luhur dan sentosa, Parantapa karena tekun bertapa, Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan di dalam baratayuda, Mahabahu karena memiliki tubuh kecil tetapi kekuatannya besar, Danasmara karena tidak pernah menolak cinta manapun, Gudakesa, Kritin, Kaliti, Kumbawali, Kumbayali, Kumbang Ali-Ali, Kuntiputra, Kurusreta, Anaga, Barata, Baratasatama, Jlamprong yang berarti bulu merak adalah panggilan kesayangan Werkudara untuk Arjuna, Siwil karena berjari enam adalah panggilan dari Prabu Kresna, Suparta, Wibaksu, Tohjali, Pritasuta, Pritaputra, Indratanaya dan Indraputra karena merupakan putra dari Batara Indra, dan Ciptaning dan Mintaraga adalah nama yang digunakan saat saat bertapa di gunung Indrakila. Arjuna sendiri berarti putih atau bening.

b. Sifat dan Kesaktian
Sejak muda, Arjuna sudah gemar menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Menurutnya lingkungan masyarakat adalah gudang dari ilmu. Guru-gurunya antara lain adalah Resi Drona, dari Resi Dona ia mendapat senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali, yang kedua adalah Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna berguru pada Ramaparasu, namun dalam kisah pewayangan, hal tersebut hampit tidak pernah disinggung.

Arjuna memiliki banyak sekali senjata dan aji-aji.Senjata-senjata Arjuna antara lain adalah Panah Gendewa dari Batara Agni setelah ia membantu Batara Agni melawan Batar Indra dengan membakar Hutan Kandawa, Panah Pasopati dari Kirata, seorang pemburu jelmaan Batara Guru, sebelum Arjuna membunuh Niwatakaca, Mahkota Emas dan berlian dari Batara Indra, setelah ia mengalahkan Prabu Niwatakaca dan menjadi Raja para bidadari selama tujuh hari, keris Pulanggeni, keris Kalanadah yang berasal dari taring Batara Kala, Panah Sarotama, Panah Ardadali, Panah Cundamanik, Panah Brahmasirah, Panah Angenyastra, dan Arya Sengkali, keempatnya dari Resi Drona, Minyak Jayangketon dari Begawan Wilawuk, mertuanya, pusaka Mercujiwa, panah Brahmasirah, cambuk kyai Pamuk, panah Mergading dan banyak lagi. Selain itu aji-aji yang dimiliki Arjuna adalah sebagai berikut :

- Aji Panglimunan/Kemayan : dapat menghilang
- Aji Sepiangin : dapat berjalan tanpa jejak
- Aji Tunggengmaya : dapat mencipta sumber air
- Aji Mayabumi : dapat meperbesar wibawa dalam pertempuran
- Aji Mundri/Maundri/Pangatep-atep : dapat menambah berat tubuh
- Aji Pengasihan : menjadi dikasihi sesama
- Aji Asmaracipta : menambah kemampuan olah pikir
- Aji Asmaratantra : menambah kekuatan dalam perang
- Aji Asmarasedya : manambah keteguhan hati dalam perang
- Aji Asmaraturida : meanmbah kekuatan dalam olah rasa
- Aji Asmaragama : menambah kemampuan berolah asmara
- Aji Anima : dapat menjadi kecil hingga tak dapat dilihat
- Aji Lakuna : menjadi ringan dan dapat melayang
- Aji Prapki : sampai tujuan yang diinginkan dalam sekejap mata
- Aji Matima/Sempaliputri : dapat mengubah wujudnya.
- Aji Kamawersita : dapat perkasa dalam olah asmara


Arjuna mempunyai anak bernama Abimanyu, buah kerkimpoiannya dengan Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu lah yang akan meneruskan tahta setelah Yudistira.

Dalam pewayangan, Abimanyu memiliki peran dan kedudukan yang istimewa karena ia merupakan satu-satunya tokoh yang sejak dalam kandungan telah mendapatkan wahyu karaton. Salah satu wahyu yang menitis ke dalam diri Abimanyu adalah Wahyu Cakraningrat yang disebutkan sebagai wahyu karaton.

Lakon ini menceritakan turunnya Wahyu Cakraningrat untuk menentukan wiji ratu dan sekaligus pancering ratu tanah Jawa. Siapa yang mendapatkannya, ia akan disahkan oleh rakyat untuk menduduki tahta kerajaan dan didudukkan sebagai pancering ratu tanah Jawa.

Tokoh-tokoh yang berusaha untuk mendapatkan wahyu adalah Raden Saroja Kusuma, Raden Samba, dan Raden Abimanyu dengan caranya masing-masing. Pada akhir kisah disebutkan bahwa yang berhak mendapatkan Wahyu Cakraningrat adalah Abimanyu karena ia telah ditakdirkan oleh Hyang Pada Wenang. Dengan demikian Abimanyu didudukkan sebagai pancering ratu tanah Jawa.

Dalam sebuah lakon wayang sunda diceritakan bahwa dalam perjalanan Abimanyu memperoleh Wahyu Cakraningrat, dia didampingi Semar sebagai pamomong. Ada postingan yang menarik dari percakapan Abimanyu dan Semar saat itu. Namun untuk pemahamannya, saya serahkan pada pribadi masing-masing.


4. Nakula



Resminya, Nakula atau Pinten adalah putra dari Prabu Pandu dan Dewi Madrim. Namun karena Prabu Pandu tak dapat behubungan tubuh dengan istrinya, maka Dewi Madri yang telah diajari ilmu Adityaredhaya oleh Dewi Kunti memanggil dewa tabib kayangan yang juga dikenal sebagai dewa kembar. Batara Aswan-Aswin. Nakula adalah putra dar Batara Aswan sedang
Sadewa adalah putra dari Batara Aswin.

Nakula beristri 2


1. Dewi Sayati putri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putra masing-masing bernama; Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.

2. Dewi Srengganawati, putri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai/narmada Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra/Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung.


a. Arti Nama.

Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.

b. Sifat dan Kesaktian.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.

Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji Pranawajati yang berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.

Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.



5. Sadewa



Raden Sadewa atau Tangsen yang merupakan saudara kembar dari Raden Nakula adalah bungsu dari Pandawa. Ia adalah putra dari Dewi Madrim dan Batara Aswin, dewa kembar bersama Batara Aswan, ayah Nakula.

Sadewa beristri 1:



Dewi Srengginiwati, adalah adik Dewi Srengganawati (Isteri Nakula), putri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai/narmada Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra/Ekapratala).
Dari pernikahan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Bambang Widapaksa/ Sidapaksa

a. Arti Nama.

Nama-nama lain dari Sadewa adalah Sudamala dan Madraputra. Adapun arti dari nama ini nubie belum bisa menemukannya. Semoga ada sepuh yang bisa memberi pencerahan di sini.

b. Sifat dan Kesaktian.
Raden Sadewa memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Dalam hal olah senjata, sadewa ahli dalam penggunaan pedang.

Jika Nakula tak dapat lupa akan segala hal maka, Sadewa juga memiliki ingatan yang kuat serta ahli dalam hal menganalisis sesuatu. Sadewa juga ahli dalam hal Metafisika dan dapat tahu hal yang akan terjadi. Ini diperoleh dari Ditya Sapulebu yang dikalahkannya dan menyatu dalam tubuhnya saat Pandawa membuka hutan Mertani. Selain itu, Sadewa mendapatkan wilayah Bumiretawu atau juga disebut Bawertalun.

Ia menikah dengan Dewi Rasawulan, putri dari Prabu Rasadewa dari kerajaan Selamiral. Menurut kabar, yang sanggup memperistri Dewi Rasawulan akan unggul dalam Baratayuda Di saat yang sama Arjuna dan Dursasana juga datang melamar, namun yang memenakan sayembara pilih itu hanyalah Sadewa karena ia sanggup menjabarkan apa arti cinta sebenarnya.